Konferensi Nasional Perempuan 2025: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan di Indonesia
Perempuan Sehat dan Berdaya, Menuju Kesetaraan Global
Berdasarkan data global, pencapaian Gender Development Index (GDI) Indonesia berada di angka 0,94 dari skala 0 sampai 1, atau masih berada di bawah standar global.1
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2024 menemukan bahwa 1 dari 4 perempuan berusia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual dari pasangan dan atau selain pasangan selama hidup. 2
Peningkatan pembangunan kesetaraan gender membutuhkan upaya kolektif menuju pemberdayaan perempuan yang lebih baik dari semua pemangku kepentingan terkait.
Jakarta, 11 Maret 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2025, Farid Nila Moeloek (FNM) Society bersama dengan United Nations Population Fund (UNFPA), didukung oleh Takeda, menyelenggarakan Women National Conference yang bertema “Perempuan Sehat dan Berdaya, Menuju Kesetaraan Global”. Konferensi ini merupakan sebuah wujud nyata upaya kolektif dan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, LSM dan akademisi bagi peningkatan kesetaraan gender di Indonesia.
Berbagai data menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dalam memperjuangkan pemberdayaan perempuan. Salah satunya, Indonesia berhasil meningkatkan Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index/GDI) dari 91,63 di tahun 2022 menjadi 91,85 pada tahun 2023, dalam upaya menciptakan lingkungan dan akses layanan yang baik bagi perempuan. Selain itu, Indeks Pemberdayaan Gender juga meningkat dari 76,59 menjadi 76,90.3 Namun, pencapaian nasional ini masih di bawah standar global, dengan GDI Indonesia secara global4 berada di angka 0,94 dari skala 0 sampai 1, dan pencapaian Women’s Empowerment Index (WEI) di angka 0,5685. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih menjadi tantangan besar, terutama di sektor kesehatan meskipun berbagai kemajuan telah dicapai.
Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, Menteri Kesehatan yang diwakili oleh dr. Maria Endang Sumiwi, MPH, Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan RI, dalam pembukaannya menyatakan, “Kami mengapresiasi atas inisiatif penyelenggaraan Konferensi Nasional Perempuan yang dilakukan oleh FNM Society bersama dengan UNFPA dan Takeda, karena melalui acara hari ini kita dapat merefleksikan apakah kita telah memenuhi hak - hak dasar perempuan Indonesia. Data menyatakan bahwa kita masih menghadapi berbagai tantangan untuk memenuhi hak dasar perempuan. Mulai dari permasalahan pemenuhan gizi, risiko penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, kematian ibu, kesehatan jiwa, serta permasalahan kekerasan perempuan dan anak. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, kita tentu tidak dapat melakukan upaya sendiri, namun melakukan kolaborasi lintas kementerian, seperti dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, BKKBN serta berbagai lembaga lainnya, termasuk bersama dengan elemen masyarakat lain seperti pihak swasta dan komunitas. Melalui upaya komprehensif menggunakan pendekatan siklus hidup kita berharap dapat memenuhi hak - hak kesehatan perempuan dan mendukung terciptanya perempuan yang berdaya dan kesetaraan gender.“
Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia dalam sambutannya mengapresiasi inisiatif hasil kolaborasi antara FNM Society, UNFPA dan Takeda dalam menyelenggarakan Konferensi Nasional Perempuan 2025, “Saya berharap kemitraan ini menjadi langkah nyata yang membantu perempuan Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk mendapatkan akses yang setara terhadap pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan yang layak dan perlindungan dari kekerasan. Untuk itu, pemerintah berkomitmen terhadap kebijakan dan program yang mendukung kesetaraan gender yang diwujudkan melalui membangun lingkungan yang kondusif bagi perempuan untuk berkembang dan berkontribusi, serta melibatkan laki - laki sebagai mitra strategis dalam menciptakan perubahan berkelanjutan. Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang erat dan langkah-langkah konkret, kita dapat mencapai perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam kehidupan perempuan Indonesia. Saya percaya, ketika perempuan mendapatkan kesempatan yang setara, berdaya dalam berbagai sektor baik itu pendidikan, ekonomi, maupun politik— perempuan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan bangsa.”
Sejalan dengan tema Hari Perempuan Internasional 2025 "For ALL women and girls: Rights. Equality. Empowerment", FNM mendorong aksi nyata untuk membuka akses dan peluang yang setara, serta mewujudkan masa depan yang lebih inklusif bagi semua orang tanpa terkecuali – khususnya perempuan. “Kami sangat antusias menyelenggarakan forum ini, di mana para pemangku kepentingan dari berbagai sektor—termasuk banyak perempuan hebat yang hadir di ruangan ini—bersatu untuk membahas dan mendorong langkah nyata bagi pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, hampir 50 persen di antaranya adalah perempuan. Jumlah ini mencerminkan potensi luar biasa, tetapi juga menunjukkan bahwa kesenjangan gender yang masih ada perlu segera diatasi. Tantangan ini tidak hanya terletak pada skala yang besar, tetapi juga pada bagaimana memastikan setiap perempuan, di mana pun mereka berada, memiliki akses yang sama terhadap kesempatan, kesehatan, dan perlindungan. Melalui forum ini, kami berharap tidak hanya tercipta diskusi yang bermakna, tetapi juga dihasilkan aksi konkret yang bisa menginspirasi kita semua untuk berkontribusi sesuai bidang dan keahlian masing-masing. Pemberdayaan perempuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi tertentu—ini adalah tugas kita bersama. Dan yang terpenting, perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Saat kita bergerak, kita membawa perubahan bagi lingkungan kita, komunitas kita, dan pada akhirnya, bagi bangsa ini,” ujar Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K), Ketua FNM Society.
Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative, menjelaskan, “Hari Perempuan Internasional menjadi momen untuk meneguhkan kembali komitmen kita terhadap kesetaraan gender. Kesetaraan gender terkait erat dengan kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak reproduksi: kesehatan, kesejahteraan dan otonomi perempuan bergantung pada layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Dan kesetaraan dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan mendorong pembangunan dan memajukan perubahan sosial. Semakin sejahtera perempuan dan anak perempuan, begitu pula dengan keluarga, komunitas, dan dunia secara keseluruhan.” Ia melanjutkan, “Meskipun telah terjadi banyak kemajuan, tantangan masih ada. Ketimpangan gender, akses layanan kesehatan yang terbatas, serta kekerasan terhadap perempuan masih menjadi penghalang bagi banyak perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka. Melalui inisiatif seperti Women at the Center Project yang juga dikenal sebagai Perempuan Indonesia Hidup Tanpa Kekerasan (PIHAK), UNFPA terus bekerja untuk memastikan setiap perempuan mendapatkan akses layanan kesehatan reproduksi yang aman dan berkualitas serta bisa menentukan masa depannya sendiri.
Sebagai salah satu mitra penyelenggaraan acara Konferensi Nasional Perempuan ini, Takeda menyampaikan komitmennya secara global untuk kemajuan dan pemberdayaan perempuan. Disampaikan oleh Akiko Amakawa, Corporate Strategy Officer & CEO Chief of Staff, Takeda Pharmaceuticals, “Di Takeda, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi bukan sekadar inisiatif, tetapi telah menjadi bagian dari DNA kami selama lebih dari 240 tahun, termasuk lebih dari 50 tahun di Indonesia. Prinsip ini bukan tambahan dalam cara kami beroperasi, tetapi sudah tertanam dalam pengambilan keputusan kami—mengutamakan pasien, membangun kepercayaan, menjaga reputasi, dan menjalankan bisnis dengan nilai-nilai yang kuat. Kami bangga bahwa 53% dari Global Leadership Team kami adalah perempuan, dan di Indonesia, lebih dari 60% kepemimpinan kami dipegang oleh perempuan. Namun, komitmen kami tidak berhenti di internal perusahaan. Kami percaya bahwa akses kesehatan yang berkelanjutan harus menjadi hak semua orang, dan itulah mengapa kami aktif dalam berbagai area terapi, termasuk onkologi, penyakit langka, penyakit gastrointestinal, kesehatan konsumen, dan dengue. Sebagai bagian dari tanggung jawab kami sebagai global corporate citizen, Takeda juga berkontribusi di luar portofolio bisnis kami, tetapi tetap sejalan dengan nilai-nilai kami. Salah satunya melalui dukungan kami terhadap Women at the Centre: Rising Up Against the Pandemic of Violence Against Women, yang dibentuk pada 2023 dan akan berlangsung hingga 2026 serta dijalankan di 5 negara yaitu Azerbaijan, El Salvador, Madagaskar, Zimbabwe, dan Indonesia. Di Indonesia sendiri, program ini dijalankan melalui kemitraan dengan UNFPA. Kami yakin bahwa kesetaraan dan pemberdayaan bukan hanya tentang kebijakan, tetapi juga tentang aksi nyata. Dengan terus berkolaborasi lintas sektor, kita dapat menciptakan perubahan berkelanjutan yang berdampak bagi perempuan, masyarakat, dan generasi mendatang.”
Menutup siaran pers, Prof. Nila menambahkan, "Ke depan, kami berharap semakin banyak pihak yang bergandengan tangan dan bersatu dalam sinergi untuk menciptakan perempuan yang sehat dan berdaya. Sebab, ketika perempuan semakin kuat, bukan hanya dirinya yang maju, tetapi juga ekonomi tumbuh, kesehatan membaik, dan kesejahteraan masyarakat semakin terangkat. Bersama, kita bisa mewujudkan perubahan yang nyata."
LEMBAR FAKTA
Women at the Center (WAC)
“Women at the Center (WAC): Rising Up Against the Pandemic of Violence Against Women” yang juga dikenal sebagai “PIHAK: Perempuan Indonesia Hidup Tanpa Kekerasan” merupakan program CSR global Takeda Pharmaceutical Company Ltd., di mana Takeda memberikan dana hibah (grant) kepada lima (5) negara yaitu Azerbaijan, El Salvador, Madagaskar, Zimbabwe, dan Indonesia. Total dana hibah yang diberikan adalah sebesar JPY 998 juta atau sekitar USD 7,13 juta. Di Indonesia, Program WAC/PIHAK dijalankan oleh United Nations Population Fund (UNFPA) sejak tahun 2023, sampai dengan empat tahun ke depan atau hingga tahun 2026.
Program Women at the Center bertujuan untuk:
- Meningkatkan kualitas dukungan manajemen kasus yang tersedia bagi korban Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
- Membangun kesadaran masyarakat mengenai KBG dan meningkatkan akses pendampingan bagi korban KBG
Program ini memperkuat sistem layanan sosial melalui:
- Kemitraan dengan pemerintah, lembaga pelatihan/pendidikan, dan masyarakat sipil.
- Pengembangan kapasitas, pendampingan, dan pemantauan untuk perempuan korban KBG, termasuk perempuan dalam kelompok rentan.
Women at the Center juga berupaya untuk menyelesaikan tantangan atau kesenjangan dalam penanganan KBG, yaitu:
- Tidak hanya berinvestasi di sektor kesehatan dan hukum, tetapi juga melibatkan sektor sosial.
- Merespons isu KBG dengan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Keunikan program Women at the Center yaitu:
- Merupakan program pertama di UNFPA yang didedikasikan untuk memperkuat manajemen kasus KBG dalam kemitraan dengan multi pihak seperti pemerintah, institusi pendidikan atau pelatihan terakreditasi, dan para pelaku masyarakat sipil.
- Menekankan pada perempuan dan anak perempuan dari kelompok rentan, dan memastikan tidak ada pihak yang tertinggal dalam proses intervensi strategis.
Di Indonesia, program ini juga disebut sebagai Perempuan Indonesia Hidup tAnpa Kekerasan (PIHAK).
Perempuan Indonesia Hidup tAnpa Kekerasan (PIHAK)
PIHAK dijalankan selama periode Januari 2023 hingga Desember 2026, dengan total pendanaan yang dialokasikan hingga lebih dari 20 miliar Rupiah (lebih dari USD 1.300.000) USD 1.306.969 atau setara dengan IDR 20.127.322.600.
PIHAK Dilaksanakan secara nasional dan lokal di empat (4) kabupaten, yaitu:
- Serang, Banten
- Garut, Jawa Barat
- Brebes, Jawa Tengah
- Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Hingga saat ini beberapa kegiatan telah dilakukan, diantaranya:
Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender
- Pendekatan transformasi gender terhadap norma sosial dan gender: Pengembangan modul dan Pelatihan kepada penggerak komunitas dari kelompok dewasa dan remaja untuk mengubah norma sosial dan gender di tingkat masyarakat. Penggerak komunitas ini dilatih untuk memimpin diskusi-diskusi kelompok bersama masyarakat sesuai kelompok usianya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengubah norma sosial, mempromosikan kesetaraan, memberdayakan individu, mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender, dan menciptakan masyarakat yang inklusif.
- Kampanye publik: Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan: bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan memerangi kekerasan berbasis gender (KBG) dengan melibatkan individu, komunitas, institusi pendidikan, organisasi perangkat daerah, organisasi berbasis masyarakat, organisasi berbasis agama, media, dll. Kampanye yang telah dilakukan menyoroti pemenuhan hak korban kekerasan berdasarkan UU TPKS.
Penguatan Layanan/ Response Kekerasan Berbasis Gender
- Penguatan layanan kesehatan melalui pelatihan tenaga kesehatan untuk mampu merespons kasus KBG: Pelatihan untuk tenaga kesehatan di 4 wilayah intervensi untuk dapat merespons pasien KBG, menyediakan layanan yang berpusat pada penyintas (survivor-centered care).
- Penyusunan kurikulum dan modul pelatihan mengenai Manajemen Kasus KBG bagi tenaga kerja layanan sosial: Kurikulum pelatihan dan modul untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja layanan sosial untuk manajemen kasus KBG di area intervensi mereka.
- Coaching DP3A dan Tenaga Layanan tentang Penanganan Kekerasan Berbasis Gender: Coaching membahas berbagai praktik dan langkah-langkah optimal dalam penyelenggaraan layanan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Di kegiatan ini, para peserta coaching yaitu tenaga layanan perlindungan dapat merefleksikan peran dan tantangan yang dihadapi di lapangan. Para peserta juga berkesempatan untuk berdiskusi dan meminta masukan dari para pakar yang difasilitasi oleh KemenPPPA dan UNFPA, guna mengoptimalkan peran mereka dalam perlindungan perempuan dan anak.
- Advocacy dialogue: Penguatan kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan kapasitas tenaga layanan di daerah piloting: Dialog advokasi ini bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan. Kolaborasi antara Kementerian PPPA, UNFPA, dan mitra pembangunan lainnya diharapkan dapat terus melindungi perempuan dan anak dari kekerasan dan diskriminasi.
- Penyediaan kit kebutuhan khusus bagi penyintas KBG: Kit ini dirancang untuk membantu memulihkan martabat dan perawatan diri penyintas dengan menyediakan barang-barang penting agar penerima dapat menjaga kebersihan pribadi dan kesehatan mereka dalam kondisi sulit.
Ketersediaan Data
- SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak): Penguatan sistem informasi online SIMFONI PPA dilakukan melalui identifikasi gap/kesenjangan dan perbaikan klasifikasi/data operasional di dalam sistem.
Dalam menjalankan upaya dengan pendekatan tepat sesuai dengan kondisi di setiap wilayah, PIHAK menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait seperti Kementerian PPPA, Kementerian Kesehatan, Yayasan PULIH, Komnas Perempuan serta beberapa organisasi masyarakat sipil sebagai mitra lokal di Serang, Garut, Brebes dan Lombok diantaranya Bakumdik Serang, Fatayat NU Brebes, Fatayat NU Garut, dan LPSDM Lombok Timur.
Hingga saat ini, PIHAK telah:
- Bekerja sama dengan 12 lembaga pemerintah serta organisasi lokal dan nasional di Indonesia, sekaligus memperkuat koordinasi dengan fasilitas kesehatan dan organisasi lokal di setiap daerah.
- Memberikan pelatihan penguatan kualitas kepada hingga 455 tenaga kerja layanan sosial, tenaga kesehatan, dan penggerak komunitas.
Referensi
- https://ourworldindata.org/grapher/gender-development-index
- Indonesia National Women’s Life Experience Survey Result. Status of Women in Indonesia 2024, Page ii.
- https://www.kemenpppa.go.id/page/view/NTMyOA==
- https://ourworldindata.org/grapher/gender-development-index
- https://www.unwomen.org/sites/default/files/2023-07/paths-equal-twin-indices-women-empowerment.pdf